![]() |
Kerangsatu.com Asahan – Diskusi panel bertema “Pemisahan Pemilu Nasional dan Lokal: Arah Baru Demokrasi dan Tantangannya bagi Politik Daerah” digelar Lembaga Demokrasi Asahan, Selasa (29/7/2025) di Aula Zulfirman Siregari , Universitas Asahan menghadirkan lima narasumber penting dari berbagai latar belakang politik, akademisi, hingga pengawas pemilu.
Diskusi ini menjadi respons terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang menetapkan bahwa Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal akan dipisah mulai 2029 mendatang.
Putusan ini menetapkan bahwa Pemilu Nasional—yang mencakup pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR, dan DPD—akan dilaksanakan lebih dulu, disusul Pemilu Lokal—yang terdiri dari pemilihan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta kepala daerah—dalam rentang waktu dua hingga dua setengah tahun kemudian.
Bupati Asahan, Taufik Zainal Abidin Siregar yang ikut jadi pembicara dalam kesempatan itu menyambut positif kebijakan ini meski tak menampik adanya sisi kelemahan. Ia menilai pemisahan pemilu berpotensi memberi ruang untuk menyelaraskan program pembangunan antara pemerintah pusat dan daerah.
“Sejauh ini belum ada yang pas terkait sistem pemilu di Indonesia ini. Coba, salah, coba, salah lagi. Dengan adanya putusan MK dengan pemisahan ini, ada kebaikan dan kekurangan,” ujar Taufik.
Menurutnya, selama ini kepala daerah sering kesulitan menyinkronkan visi dan misi dengan presiden karena masa jabatan yang beririsan dan waktu transisi yang terbatas. Ia menilai, dengan jeda waktu yang diberikan dalam pemilu lokal, sinkronisasi program pembangunan bisa lebih ideal.
“Kalau dilihat dengan aturan MK ini tentu akan makan waktu di mana pemilu dilaksanakan dalam lima tahun ada dua kali. Tapi kalau ada jeda waktu, apa yang dicanangkan presiden, kita masih punya waktu melakukan sinkronisasi visi misi,” tegasnya.
Namun, ia juga mengingatkan adanya tantangan regulasi, terutama terkait kekosongan kekuasaan legislatif. “Persoalannya apabila masa jabatan bupati habis tentu akan dialihkan dengan penjabat dari provinsi. Tapi kalau DPRD bagaimana?” ujarnya.
Ketua DPRD Asahan, Epi Irwansyah Pane, menyampaikan bahwa pemisahan pemilu memberi keuntungan bagi hubungan antara eksekutif dan legislatif di daerah. Ia menilai, sinergi akan lebih mudah dibangun karena fokus tidak terbagi dengan dinamika nasional.
“Keuntungan dari putusan MK ini, eksekutif dan legislatif lebih kompak di pemilu lokal,” ujarnya.
Namun, Epi juga mewanti-wanti potensi lahirnya ego kedaerahan yang lebih tinggi akibat pemisahan tersebut. Ia juga menanggapi sikap partai politik terhadap keputusan MK.
“Apapun peraturannya, kita ikut main saja. Tapi dengan keputusan ini ada dua, ada yang happy dan tak happy. Happynya, bisa bertambah masa kita,” ungkap politisi Partai Golkar itu.
Dalam pandangan Dadang Darmawan Pasaribu, pengamat politik sekaligus anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Sumatera Utara ini menilai langkah MK belum tentu menyelesaikan problem mendasar dalam demokrasi Indonesia.
“Apa sebenarnya masalah pemilu kita? Apakah selesai dengan putusan MK atau MK mau menyelesaikan salah satu permasalahan ini saja?” kata Dadang.
Menurutnya, berbagai sistem sudah dicoba dalam praktik demokrasi Indonesia, tetapi belum membuahkan efektivitas dan efisiensi.
“Harapan Pak Prabowo demokrasi di DPRD itu murah, dan harapan itu digagalkan oleh MK,” ujarnya kritis.
Sebagai solusi, ia mengusulkan agar masa jabatan kepala daerah maupun DPRD diperpanjang demi stabilitas politik dan efisiensi biaya.
Sementara itu, Khomaidi Hambali Siambaton, akademisi sekaligus komisioner Bawaslu Asahan, menekankan pentingnya perumusan regulasi yang lebih ideal ke depan.
“Kita berharap ke depan ada sebuah rumusan yang sangat ideal untuk politik kita yang mahal ini dengan aturan yang sangat dinamis,” ujar Khomaidi.
Ia menilai, sistem pemilu Indonesia terus berkembang namun belum mencapai titik ideal untuk menciptakan efisiensi biaya dan keadilan politik.
Sebagai tuan rumah, Rektor Universitas Asahan Prof. Dr. Mangaraja Manurung menilai bahwa tafsir konstitusi oleh MK dalam putusan ini memberi dampak positif terhadap pembangunan nasional secara berkelanjutan.
“Tafsir yang dibuat dari MK bertujuan untuk melanjutkan pembangunan berkelanjutan dan penguatan institusi,” tegasnya.
Ia juga melihat bahwa pemisahan pemilu memberi kesempatan lebih luas bagi masyarakat untuk melahirkan pemimpin-pemimpin daerah yang lebih berkualitas dan relevan dengan kebutuhan lokal.
“Sebenarnya dalam perspektif kami, lahirnya MK 135 ini yang diuntungkan secara komprehensif semua masyarakat yang diberikan kebebasan dan adanya perspektif untuk melahirkan pemimpin daerah lebih baik,” katanya.
Penulis : Rahmad.
Editor : Indra Sikumbang.