![]() |
| Foto: Sidang lanjutan kasus sisik trenggiling digelar di PN Kisaran. |
Kerangsatu.com, Asahan – Pengadilan Negeri (PN) Kisaran kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan perdagangan satwa dilindungi yang melibatkan oknum anggota Polres Asahan, Bripka Alfi Hariadi Siregar. Sidang yang berlangsung pada Senin (13/10/2025) ini dipimpin oleh hakim ketua Yanti Suriani, dengan agenda mendengarkan keterangan dua saksi penting, yakni Serda Ramadhani dan Seda Muhammad Yusuf.
Kedua saksi diketahui sebelumnya telah menjalani proses hukum terpisah di Pengadilan Militer atas kasus serupa. Dalam persidangan kali ini, keduanya membeberkan secara detail peran mereka bersama terdakwa dalam memindahkan 1,2 ton sisik trenggiling dari gudang barang bukti di Polres Asahan ke rumah pribadi saksi Muhammad Yusuf di Kelurahan Siumbut-umbut, Kisaran Timur.
Menurut keterangan saksi Yusuf, peristiwa itu terjadi pada malam hari menggunakan mobil pribadi miliknya, Daihatsu Sigra. Ia mengaku berangkat bersama Ramadhani menuju Polres setelah waktu magrib. “Saya yang membawa mobil, sedangkan Ramadhani menghubungi Alfi. Begitu sampai di Polres, kami langsung masuk tanpa diperiksa di pos penjagaan,” ujarnya di hadapan majelis hakim.
Sesampainya di lokasi, keduanya bertemu terdakwa Alfi Hariadi yang sudah menunggu di depan pintu gudang. Tanpa pengamanan khusus, mereka masuk ke dalam gudang yang kondisinya gelap dan tidak terkunci. Di dalamnya, terdapat sebuah mobil pick up L300 yang memuat sekitar 25 karung sisik trenggiling. “Ramadhani membawa pick up itu keluar dari Polres, di sebelahnya duduk Alfi yang memandu jalan. Saya mengikuti di belakang dengan mobil Sigra,” kata Yusuf.
Hakim Yanti Suriani kemudian menanyakan alasan Yusuf tidak curiga saat membawa barang dari gudang barang bukti milik kepolisian. Dengan nada gugup, saksi menjawab bahwa ia tidak mengetahui sisik trenggiling termasuk barang terlarang. “Kalau narkoba saya tahu dilarang, tapi kalau sisik trenggiling saya tidak tahu. Baru tahu setelah ditangkap,” ungkapnya.
Barang bukti tersebut, menurut pengakuan saksi, disimpan di rumahnya selama lebih dari dua minggu. Hingga akhirnya, Alfi Hariadi meminta agar sisik trenggiling itu dijual. Upaya penjualan dilakukan pada 11 November 2024, namun gagal setelah tim gabungan dari Balai Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sumatera Utara melakukan penangkapan terhadap mereka.
Dalam penggerebekan di loket bus PT Rapi, petugas menemukan 320 kilogram sisik trenggiling yang telah dikemas dalam sembilan dus. Barang itu rencananya akan dikirim ke Medan. Yusuf dan Ramadhani mengaku dijanjikan imbalan sebesar Rp100 ribu per orang apabila penjualan berhasil dilakukan.
Serda Muhammad Yusuf dalam pengakuannya di sidang menyebut, Alfi menitipkan barang tersebut dengan alasan gudang akan dibersihkan karena ada kunjungan penting ke Polres. Namun, setelah lebih dari dua minggu, barang itu tak kunjung diambil hingga akhirnya diminta untuk dijual. “Kami dijanjikan keuntungan, tapi belum sempat dijual semua. Yang sudah siap dikirim hanya sekitar 320 kilo,” ujarnya.
Majelis hakim kemudian menyoroti bagaimana terdakwa, sebagai anggota kepolisian, bisa dengan mudah mengakses gudang barang bukti dan mengeluarkan sisik trenggiling dalam jumlah besar tanpa izin resmi. Kasus ini pun menjadi perhatian publik karena melibatkan aparat yang seharusnya menegakkan hukum, bukan justru menyalahgunakan kewenangan.
Editor : Ramadhan.
